Berita

UU Dilibas Permen, Anggota Komisi VI Sayangkan Tumpang Tindih Regulasi BPKS

Kamis, 23 September 2021 - 13:25
UU Dilibas Permen, Anggota Komisi VI Sayangkan Tumpang Tindih Regulasi BPKS Suasana RDP BPKS Sabang bersama Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Badan Standardisasi Nasional dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam serta Komisi VI DPR RI. (Foto: Sumitro/TIMES Indonesia)

TIMES BOGOR, JAKARTA – Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak menyatakan keberadaan Undang-Undang Otonomi Daerah (UU Otda) seharusnya memberikan penguatan terhadap kewenangan daerah di Sabang, Aceh. Khususnya memperkuat Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS)

Bukan hanya itu, semestinya keberadaan Undang-Undang Cipta Kerja atau Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) juga turut memperkuat keberadaan badan yang dipimpin Ir Iskandar Zulkarnain tersebut.

"BPKS Sabang dibentuk lewat Undang-Undang, juga ada UU Otonomi Daerah yang seharusnya memperkuat kewenangan daerah di Sabang. Selain itu ada Undang-Undang Cipta Kerja yang memperkuat posisi BPKS," jelas Amin Ak dalam keterangannya, Kamis 23 September 2021.

Pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi VI DPR dengan BPKS, Selasa 21 September 2021, diakhir pembahasan mengenai penyesuaian anggaran 2022, Kepala BPKS Ir Iskandar Zulkarnain sempat menyampaikan 'uneg-uneg' perihal tumpang-tindih regulasi yang menyebabkan badan yang dipimpinnya sejak setahun terakhir tidak bisa berbuat apa-apa.

Ia mengaku tidak bisa bekerja maksimal dalam rangka mendorong pengembangan ekonomi masyarakat karena 'dihambat' beberapa aturan. Padahal BPKS merupakan amanat UU Nomor 36/2000 dan UU Nomor 37/2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang menjadi Undang-undang.

Iskandar Zulkarnain mencontohkan, sampai saat ini komoditas gula tidak diperbolehkan masuk ke Sabang karena terbentur aturan dari Kementerian Perdagangan melalui Permen. Semestinya, BPKS sesuai regulasi yang ada mempunyai peran atau wewenang untuk melakukan ataupun menunjuk importir.

Dengan begitu, minimal kebutuhan gula masyarakat Sabang dan sekitarnya terpenuhi dengan harga relatif bisa terjangkau sejalan dengan pemberlakuan free trade zone. Ditekankan bagaimana BPKS bisa menjual gula dengan nilai lebih rendah, yakni Rp11 ribu dibandingkan harga sekarang Rp14 ribu.

Ia lantas mempertanyakan kenapa keberadaan BPKS Sabang tidak dimanfaatkan dengan maksimal dalam rangka mengakselerasi pembangunan daerah guna menunjang percepatan dan pemerataan pembangunan nasional.

Menurut Amin Ak, tumpang-tindih aturan saat ini merupakan salah satu dari sekian banyak permasalahan yang dihadapi instansi pemerintah. Mereka disebutkan Amin Ak saling berebut kewenangan antar lembaga dan lebih mengedepankan ego sektoral.

"Problem di Indonesia masih banyak terjadi berebut kewenangan antar lembaga dan ego sektoral. Ini yang menghambat kerja-kerja institusi," jelasnya.

Karena itu pula, Amin Ak yang juga politisi PKS menyayangkan hal itu masih terjadi di era Presiden Joko Widodo. Ia juga mendukung langkah Kepala BPKS melayangkan protes agar rakyat di Sabang Aceh mendapatkan manfaat dari kesejahteraaan secara ekonomis.

"Kalau yang disampaikan Kepala BPKS Sabang benar, itu sangat disayangkan. Beliau harus berupaya semaksimal mungkin memprotes peraturan yang menghambat kemajuan Sabang, apalagi kalau bentuknya peraturan menteri yang bertentangan dengan UU," ucapnya. (*)

Pewarta : Haris Supriyanto
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Bogor just now

Welcome to TIMES Bogor

TIMES Bogor is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.