TIMES BOGOR, SUMATERA – Literasi adalah kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam segi membaca, menulis, menghitung yang dulu dipahami dengan sebutan “melek aksara”. Kemudian pengertian itu berubah tatkala berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi.
Maka yang dimaksud literasi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam Menelusuri, Mengelola, Menganalisis, dan mencerna suatu informasi atau bacaan yang didapatnya melalui media cetak atau digital. Literasi berfungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Dalam hal ini, para akademisi sepakat bahwa literasi dapat menambah kecerdasan, daya kritis dan nalar berpikir seseorang. Kemampuan literasi perlu dimiliki oleh generasi, tak terkecuali generasi Z dan generasi Milenial. Kedua generasi ini digadang-gadang akan membawa Indonesia pada masa kejayaannya, tak tanggung-tanggung, hal ini di aminkan oleh seluruh elemen masyarakat dengan munculnya kalimat Indonesia emas 2045.
Indonesia emas 2045 adalah Indonesia yang maju dalam aspek pendidikan, ekonomi, budaya sosial dan politiknya serta sanggup bersaing dengan negara-negara lainnya. Cita-cita itu tak akan dapat tercapai bila kualitas dan kuantitas penyelenggaraan negara (Pemerintah) dan pemahaman rakyat akan politik masih bertaraf rendah.
Rakyat adalah penentu nasib bangsa yang ditentukan dari pemilihan umum dan pengawasannya terhadap penyelenggaraan negara ini. Rakyat harus paham politik untuk dapat mengawasi penyelenggaraan negara dan menjadi pemilih yang kritis agar pemilihan umum berkualitas.
Untuk itu menurut penulis, generasi Z dan Milenial merupakan titik sentral sebagai penentu kualitas pemilihan umum dan politik Indonesia.
Kualitas pemilu ditentukan atas dasar tingkat pemahaman generasi Z dan Milenial terhadap politik yang ada di negara dan di sekitarnya (lingkungan). Pemerintah harus optimal dalam melihat pemahaman politik generasi Z dan Milenial sejauh mana, karena generasi inilah yang mendominasi jumlah penduduk di Indonesia.
Berdasarkan pada hasil sensus Badan Pusat Statistik 2020. Diketahui dari hasil sensus yang dilakukan pada Februari-September 2020. Jumlah penduduk Indonesia didominasi oleh generasi Z dan generasi Milenial. jumlah generasi Z mencapai 75,49 juta jiwa atau setara dengan 27,94 persen dari total seluruh populasi penduduk di Indonesia.
Sementara itu, jumlah penduduk dengan populasi terbanyak kedua berasal dari generasi Milenial sebanyak 69,38 juta jiwa penduduk atau sebesar 25,87 persen. Berarti 53,81 persen penduduk Indonesia adalah generasi Z dan Milenial. Maka kualitas pemilu 2024 bisa ditentukan melalui pemahaman generasi Z dan Milenial ini sejauh mana.
Generasi Z merujuk pada penduduk yang lahir di periode kurun waktu tahun 1997-2012 atau berusia antara 8 sampai 23 tahun. Sementara generasi Milenial adalah mereka yang lahir pada kurun waktu 1981-1996 atau berusia antara 24 sampai 39 tahun. Maka generasi ini menjadi titik fokus untuk menciptakan warga negara sebagai pemilih yang kritis saat pemilu 2024 nanti dan juga membentuk karakter pemimpin yang demokratis melalui literasi politik.
Literasi politik sebagai keterampilan dan kecakapan yang dimiliki oleh warga negara dalam memahami isu-isu politik agar dapat berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara. Literasi politik adalah aspek terpenting untuk terciptanya konsolidasi dan nalar kritis dalam berdemokrasi bagi warga negara.
Lemahnya pemahaman terhadap isu-isu politik dan kurangnya sumber bacaan terkait politik akan menyebabkan sikap apatis. Hal tersebut akan menumbuhkan kurangnya rasa sadar akan kewajiban untuk bertanggung jawab dalam menyukseskan penyelenggaraan negara.
Indikator penentu pemilu yang diadakan sekali lima tahun ini berkualitas atau tidak berkualitas adalah dari seberapa paham warga negara terhadap politik di negara ini. Generasi Z dan Milenial berjumlah lebih dari setengah penduduk Indonesia, Hal ini perlu diperhatikan pemerintah untuk menjadikan mereka sebagai pemilih kritis yang akan memberikan pengaruh bagi kualitas pemilu dan politik di Indonesia.
Menciptakan pemilih kritis dari generasi Z dan Milenial yaitu dengan menyediakan literasi politik bagi generasi ini. Sebab, semakin rendah pemahaman generasi Z dan Milenial akan politik maka semakin rendah pula kualitas pemilihan umum 2024 yang akan di adakan nanti.
Bila Indonesia ingin memiliki pemilu yang berkualitas maka benahi generasi untuk dapat paham akan politik negara ini agar pemilu berkualitas dan proses penyelenggaraan negara bisa berjalan sesuai demokrasi. Disini, pemerintah sangat dituntut untuk paham akan hal itu, terkhusus untuk lebih fokus pada generasi Z dan milenial dalam literasi politiknya.
Menurut penulis, Penyebab serangan fajar (politik uang), kampanye hitam (black campaign), mobilisasi politik, dan politik identitas mudah mempengaruhi, hinggap, dan menyerang warga negara karena umumnya warga negara Indonesia masih terkategori sebagai pemilih pasif (kurang kritis).
Politik yang tidak mencerminkan demokratisasi tersebut dapat terjadi karena lemahnya kemampuan literasi dan kurangnya literasi politik warga, terutama dari segi kemampuan. Di tambah sulitnya mencari sumber rujukan dan media yang mampu memenuhi kebutuhan warga negara terkait literasi politiknya.
Pers yang berperan sebagai media informasi dan juga merupakan alat perjuangan dan pembangunan bangsa semenjak masa kemerdekaan (1942-1945) telah menjadi wadah bagi warga untuk mendapatkan informasi apapun termasuk politik. Tetapi semakin kesini tujuan dari pers sudah mengalami perubahan.
Hari ini, sebagian pers terlihat memberikan informasi dan kabar tentang politik hanya untuk mengejar headline atau viralnya berita, sehingga asupan literasi politik bagi warga negara yang seharusnya terpenuhi oleh pers menjadi kurang sempurna. Alhasil warga negara tidak mendapatkan literasi politik yang mumpuni untuk menjadi pengawas dalam penyelenggaraan negara dan menjadi rujukan sebagai pemilih dalam pemilu.
Generasi Z dan Millenial berperan menjadi ujung tombak bagi nasib politik Indonesia kedepannya. Semakin paham generasi Z dan Milenial akan politik maka semakin banyak pemilih kritis dan secara tidak langsung akan meningkatkan kualitas politik negeri ini. Apakah generasi ini mampu memilih pemimpin yang berkualitas dan juga mampu memimpin Indonesia tergantung, apakah generasi Z dan Milenial di dominasi pemilih kritis atau tidak.
Kurangnya literasi politik generasi Z dan Millenial akan membuat mereka menjadi pemilih pasif yang tentu akan membuat kualitas pemilihan umum 2024 menjadi rendah. Maka cara paling jitu untuk meningkatkan kualitas pemilihan umum 2024 adalah dengan memberikan wadah literasi politik bagi generasi ini menggunakan strategi digitalisasi.
Kita tahu bahwa Indonesia adalah negara yang paling terendah dalam perihal minat baca. Hal itu diperkuat dengan hasil survei UNESCO yang menunjukkan bahwa Indonesia sebagai negara dengan minat baca masyarakat paling rendah di ASEAN. Ini merupakan tantangan terbesar bagi pemerintah dalam memberikan fasilitas warganya agar dapat memiliki perhatian dan ketertarikan terhadap politik negara, Walaupun minat baca masyarakat Indonesia berada pada peringkat rendah.
Menurut penulis, pemerintah bisa mengambil kesempatan besar yang dimiliki Indonesia, karena indonesia merupakan negara pengguna internet terbanyak nomor empat di dunia dengan pengguna mencapai 196,7 juta atau 73,7 persen dari total populasi penduduk yang ada di Indonesia.
Angka penetrasi internet itu naik 8,9 % di banding jumlah pengguna internet sebelumnya berdasarkan hasil survei APJII 2019 hingga kuartal kedua 2020.
Cukup besar animo masyarakat Indonesia dalam menggunakan internet dan media sosial.
Maka potensi ini harus dimaksimalkan untuk meningkatkan literasi politik warga. Pemerintah harus memanfaatkan dunia digital untuk memberikan informasi politik bagi generasi Z dan Milenial yang pada kesehariannya mereka tidak bisa terlepas dari gadgetnya.
Hal tersebut bisa dilakukan melalui media sosial, website, blog, internet dan digitalisasi lainnya sebagai sarana alternatif untuk memberikan informasi dan pengetahuan tentang politik. dan juga untuk memotivasi warga supaya mau Ikut serta dalam politik negara ini.
Sebuah penelitian menjelaskan bahwa orang Indonesia dalam sehari-hari menghabiskan waktunya selama 6 jam berselancar di internet untuk sekedar hiburan, menggali informasi, dan berbelanja.
Namun dalam segi menggali informasi di media sosial warga Indonesia menggunakan pola komunikasi 10 to 90 dalam bermedia sosial. Hanya 10 persen warga yang memproduksi informasi, sedangkan 90 persen cenderung mendistribusikannya.
Maka pemerintah hadir di sini untuk dapat memproduksi dan memberikan informasi kepada warganya tentang politik dengan cara yang singkat dan padat. jika bukan pemerintah, maka siapa lagi yang akan berperan memberikan literasi politik untuk warga negara dan generasi bangsa.
***
*) Oleh : Maichel Firmansyah, Mahasiswa Universitas Negeri Padang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : |
Editor | : Hainorrahman |