TIMES BOGOR, MALANG – Pasca Deklarasi Mondiacult yang berlangsung di Mexico City, pada tanggal 28 – 30 September 2022, yang diikuti oleh 150 negara anggota UNESCO-, berbagai program kerja strategis dalam Diplomasi Kebudayaan semakin menguat.
Deklarasi Mondiacult menghasilkan enam bidang tematik prioritas Diplomasi Kebudayaan. Yaitu: (1) Kebudayaan dalam era kemajuan teknologi digital; (2) Sinergi kebudayaan dan pendidikan; (3) Kebudayaan dalam ekosistem ekonomi/ Industri Kebudayaan; (4) Kebudayaan dalam kesadaran ekologis dan perubahan iklim; (5) Kebudayaan dalam krisis; dan (6) Hak-Hak Kebudayaan.
Ada tiga negara di Asia Timur yang bisa kita jadikan referensi dalam kesuksesan Diplomasi Kebudayaan. Yaitu Korea Selatan, Jepang dan China.
Korea Selatan berhasil membangun Diplomasi Kebudayaan dengan Strategi Sublimasi Korean Pop Culture (K-Pop) hingga “Demam K-Pop” mampu menyebar ke seluruh dunia.
Bukan hanya di Indonesia, drama Korea dan grup band K-Pop juga sangat digemari di berbagai negara dunia, termasuk juga tren fashion dan gaya hidup ala K-Pop.
Juga trend Korean Foodies, yang tumbuh subur bak jamur di musim hujan. Mulai dari pedagang kaki lima yang menjajakan aneka jajanan dengan nama “Khas Korea”, hingga restoran mewah maupun hotel berbintang, yang menyajikan beraneka ragam makanan khas Korea di Indonesia.
Jepang berhasil membangun Diplomasi Kebudayaan dengan Strategi Ekonomi Kreatif Anime dan Manga. Dari Anime dan Manga, Jepang kebanjiran Intelectual Property (IP) yang mempengaruhi industri perfilman animasi di Amerika Serikat.
Dampak ekonominya sangat luar biasa bagi masyarakat Jepang. Industri ekonomi kreatif di Jepang berkembang pesat dan melesat. Termasuk mempengaruhi perkembangan teknologi digital, teknologi informasi, teknologi merchandising dan lain-lainnya.
Game Developer, Cosplay, hingga inovasi sistem belajar-mengajar, terpengaruh dengan perkembangan Anime dan Manga. Termasuk adanya Anime Kapten Tsubasa, yang sangat mempengaruhi perkembangan kultur sepak bola di Jepang.
China berhasil membangun kekuatan ekonominya menjadi yang terkuat di dunia, juga dimulai dari membangun Diplomasi Kebudayaan dengan Strategi Nilai-Nilai Konfusianisme. Yang orientasi ekonominya menggunakan prinsip Peacefull Rise, bukan untuk tujuan yang agresif.
China menyebarkan nilai-nilai Konfusianisme melalui berbagai kanal Diplomasi Kebudayaan. Termasuk dengan membangun berbagai institut dan akademi, yang tersebar di berbagai negara di seluruh dunia. China selalu berusaha menyampaikan kepada seluruh dunia, bahwa pertumbuhan negaranya selalu memegang prinsip utama Peacefull Rise, bukan untuk tujuan agresif.
Bahkan, Diplomasi Kebudayaan yang dilakukan oleh China, hingga sampai masuk pada Sistem Moneter Pinjaman Dana Luar Negeri kepada negara-negara di seluruh dunia.
Hal yang sangat menarik untuk dicermati dan dipelajari, adalah ketika sebuah produk strategi Diplomasi Kebudayaan suatu negara berhasil diterima hingga menjadi konsumsi bagi negara-negara lainnya, maka pasti sangat berdampak pada perekonomian negara asalnya.
Termasuk berdampak pada pengembangan berbagai industri, membuka lapangan kerja, peningkatan devisa, dan lain-lainnya. Mulai dari industri consumer goods, manufaktur, teknologi digital, hingga pasar modal yang masuk ke negara asal pembuat produk strategi Diplomasi Kebudayaan.
Nyaris bisa kita definisikan, bahwa sebenarnya yang sedang terjadi adalah “Perang Produk Stragei Diplomasi Kebudayaan” dari seluruh negara yang ada di dunia.
Salah satu guru besar Ilmu Hubungan Internasional di Universitas Brawijaya, pernah mengatakan bahwa Diplomasi Kebudayaan adalah medan perang negara yang paling menyenangkan, tetapi sekaligus mengandung dampak bahaya yang mampu merusak sebuah negara. Karena negara yang sudah kehilangan kebudayaannya, pasti kehilangan jati diri dan kesatuannya sebagai sebuah negara smakin mudah dikalahkan dan dihancurkan.
Maka, krisis ekonomi sebenarnya hanya jadi sekedar pemicunya. Bukan sebagai penyebabnya yang paling utama. Sebuah negara bisa dikalahkan dan dihancurkan, karena sudah kalah dalam medan perang Diplomasi Kebudayaan. Krisis ekonomi hanya sekedar menjadi pemicu keruntuhannya.
Indonesia sebagai sebuah negara yang sangat kaya raya dengan keaneka ragaman kebudayaannya, seharusnya mampu menjadi pemimpin Diplomasi Kebudayaan dunia. Jika seluruh kekayaan budaya yang ada di Indonesia dijadikan sebagai modal utama dalam menciptakan berbagai produk strategi Diplomasi Kebudayaan, tentu modal utama tersebut tidak akan pernah ada habisnya.
Bahkan kekayaan budaya Indonesia pasti terus semakin berkembang dan kaya raya aneka ragamnya. Lantas, apa yang bisa kita lakukan agar Indonesia mampu menjadi Pemimpin Diplomasi Kebudayaan Dunia? Terlebih khusus lagi, bagaimana langkah kita untuk menjadikan Tosan Aji Nusantara sebagai sumber terciptanya produk strategi Diplomasi Kebudayaan Dunia?
Bersama Agus Sunandar (Fashion Designer Nasional) dan Satrya Paramandhana (Batik Fashion Designer Soendari), kita sedang membahas produk strategi Diplomasi Kebudayaan, yang mengkolaborasikan Keris, Batik, Fashion Show, Sejarah dan Kesadaran Ekologis, yang digerakkan secara aktif oleh Generasi Z dan Generasi Alfa.
Agus Sunandar adalah Founder Malang Fashion Week. Juga menjadi Chairman MFC Indonesia. Agus Sunandar telah berhasil menyelenggarakan berbagai gelaran Fashion Show di Asia, Eropa dan negara-negara lainnya di dunia.
Pengalamannya selama puluhan tahun menggelar Event Fashion Show di berbagai negara tersebut, menjadikan Agus Sunandar mempunyai pengalaman dan ilmu pengetahuan yang sangat mumpuni dalam mengembangkan produk strategi Diplomasi Kebudayaan melalui Fashion Show.
Rencananya, pada gelaran Perayaan Penetapan Hari Keris Nasional 2025, dengan dibantu oleh Agus Sunandar dan Satrya Paramandhana, akan disajikan Gelaran Fashion Show Putra Putri Berkeris.
Saat ini, konsepnya masih terus digodok dan dimatangkan. Tujuannya adalah membangun produk strategi Diplomasi Kebudayaan, yang bersumber dari Keris, Batik, Sejarah dan Kesadaran Ekologis, melalui gelaran Fashion Show Generasi Z dan Generasi Alfa. Hal ini sekaligus menjadi wahana edukasi bagi Generasi Z dan Generasi Alfa, untuk lebih jauh mempelajari Keris, Batik, Sejarah dan Kesadaran Ekologis.
Tantangan utamanya adalah bagaimana Gelaran Fashion Show Putra Putri Berkeris ini, mampu memberikan pemahaman kepada seluruh pesertanya, yaitu Generasi Z dan Generasi Alfa, tentang Deklarasi Mondiacult yang menghasilkan enam bidang tematik prioritas Diplomasi Kebudayaan. Yaitu: (1) Kebudayaan dalam era kemajuan teknologi digital; (2) Sinergi kebudayaan dan pendidikan; (3) Kebudayaan dalam ekosistem ekonomi/ Industri Kebudayaan; (4) Kebudayaan dalam kesadaran ekologis dan perubahan iklim; (5) Kebudayaan dalam krisis; dan (6) Hak-Hak Kebudayaan. (*)
*) Oleh: Wahyu Eko Setiawan/Sam WES, Kompartemen Kebudayaan IKA UB
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Diplomasi Kebudayaan
Pewarta | : xxx |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |